
PENERAPAN KPS
(KARTU PANTAUAN KESEHATAN) SEBAGAI BENTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GUNA MENCAPAI
DERAJAT KESEHATAN YANG MENYELURUH DAN OPTIMAL
FITRIYANTI
KATILI
811414042
UNIVERSITAS
NEGERI GORONTALO
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah,
selayaknya segala puji kita panjatkan kepada Allah SWT. Dzat yang hanya
kepada-Nya kita memohon pertolongan dan ampunan. Kita berlindung hanya
kepada-Nya dari buruknya jiwa dan kejelekan amal perbuatan kita.
Alhamdulillah,
penulis telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“ PENERAPAN KPS (KARTU PANTAUAN
KESEHATAN) SEBAGAI BENTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GUNA MENCAPAI DERAJAT
KESEHATAN YANG MENYELURUH DAN OPTIMAL ”. Dalam menjalani penyusunan ini
tidak sedikit kendala yang penulis hadapi.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis initidak lepas dari kekuranga, oleh
karena itu dengan terbuka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Harapan penulis semoga karya
tulisini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya khususnya bagi
penulis sendiri.
WassalamualaikumWr.
Wb.
Gorontalo , 15 Februari 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR
PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR
ISI........................................................................................................ iv
RINGKASAN...................................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3
Tujuan.......................................................................................................... 2
1.4
Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB II TELAAH
PUSTAKA
2.1
Kondisi Pembangunan Nasional dalam
Bidang Kesehatan di Indonesia.... 4
2.2
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan Kesehatan................ 9
2.3
Peran Masyarakat dalam Upaya Pembangunan
Kesehatan......................... 10
BAB III ANALISIS DAN
SINTESIS
3.1
Upaya Pemberdayaan Masyarakat untuk
Pembangunan Kesehatan........... 13
3.2
Penerapan Kartu Pantauan Kesehatan
sebagai Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Guna Mencapai Derajat Kesehatan yang
Menyeluruh dan Optimal.................................................. 14
BAB
IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
................................................................................................. 16
4.2 Rekomendasi............................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 18
SUMMARY
Health is the most
important aspect of life. No one can do some activities if he or she is’nt in a
healthy state. Health issues still need attention and more progressive action
not only from government and health workers but also from various parties,
especially from the people.
In general, the health
and nutritional status increases. IMR decreased, maternal mortality rate
decreases, life expectancy increases, however they are still far from the
targets of the MDGs. Increased variety of Health Care Facilities such as
hospitals, Puskesmas, Pustu, and Pusling and village health posts (Poskesdes).
Nevertheless some people have not been fully able to access health services due
to constraints of distance and transportation costs. As well as the number of
health workers are less and uneven.
Paradigm people are
more inclined to the paradigm of pain. "The concept of health" that
had been "as if" they connoted by while society at large and
decision-makers, and not infrequently by public health / medicine itself, still
as a "concept of pain". If it has fallen "sick", only then
they think about "healthy". "Sick" is the object of the
health program. Projects for cash income countries or areas. Still often
identified or imagined that the "health" and "health services"
to the public are solely service "Hospital", or "health
center" is loaded with sick people who will be in cardiac surgery, or
patients with diabetes, high blood pressure, lung disease / asthma / tb and
other diseases.
With a variety of
problems in the fields of health inequality, the need to improve the national
development efforts in the field of health. Health development is essentially
the efforts undertaken by all components of the nation Indonesia, which aims to
raise awareness, willingness and ability of healthy life for everyone to
realize the degree of public health as high, as an investment for the
development of human resources productively socially and economical. The
success of health development is largely determined by the continuity of
efforts between programs and sectors, as well as the continuity of the efforts
that have been undertaken by the previous period.
To overcome the
inequality of conditions of health development will require reforms in the
health field. Communities are actively involved in their own health care
independently and empower people. The public knows, willing and able to perform
simple actions in handling the health concerns. Community empowerment even this
can not be separated from the health authorities intervene so that what people
are doing really beneficial for them. With the public health status monitoring
program which is a form of cooperation between health institutions with the
smallest family empowerment organization that Dasawisma group PKK in order to create
a comprehensive public health status and optimal.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kesehatan adalah
aspek terpenting dalam kehidupan. Seseorang tidak akan bisa melakukan kegiatan apapun
jika tidak dalam keadaan sehat. Masalah kesehatan masih sangat perlu mendapat
perhatian dan tindakan yang lebih progresif tidak hanya dari pemerintah dan
tenaga kesehatan tetapi juga dari berbagai pihak terutama masyarakat.
Secara umum,
status kesehatan dan gizi masyarakat meningkat. AKB menurun dari 46 (1997)
menjadi 32 per 1.000 kh (2005). AKI menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per
100.000 kh (2002-2003). UHH meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 69 tahun
(2005). Prevalensi kurang gizi menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 28
persen (2005), namun dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung terjadi
stagnasi. Namun masih masih jauh dari sasaran MDGs (Arum Atmawikarta. 2008).
Sarana Pelayanan
Kesehatan Pada akhir tahun 2006, tersedia 8.015 Puskesmas, 22.000 Pustu, dan
6.132 Pusling. Hampir seluruh Kabupaten/Kota telah memiliki Rumah Sakit Pos
kesehatan desa (poskesdes) telah dikembangkan sejak tahun 2006 Pada tahun 2007
diperkirakan akan terus bertambah. Meskipun demikian sebagian masyarakat belum
sepenuhnya dapat mengakses pelayanan kesehatan karena kendala jarak dan biaya
transportasi (Arum Atmawikarta. 2008).
Dengan berbagai
ketimpangan masalah dibidang kesehatan maka perlu adanya peningkatan upaya pembangunan
nasional dibidang kesehatan. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya
yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan
pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya
program dan sektor,
serta kesinambungan dengan
upaya-upaya yang telah
dilaksanakan oleh periode sebelumnya (Renstra, Kemenkes. 2015).
Oleh karena itu
diperlukan langkah reformasi dalam bidang kesehatan untuk mengatasi berbagai
ketimpangan kondisi pembangunan kesehatan baik antar daerah dan antar golongan.
Sehingga perlu adanya keterlibatan masyarakat yang tinggi melalui program
pemantauan status kesehatan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat
untuk mencapai status kesehatan masyarakat yang menyeluruh dan optimal. Dengan
masyarakat yang sehat, maka kualitas hidup masyarakat.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :
1.2.1.
Bagaimana kondisi pembangunan nasional
dibidang kesehatan di Indonesia ?
1.2.2
Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan nasional dalam bidang kesehatan ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1.3.1.
Untuk mengetahui kondisi pembangunan
nasional dibidang kesehatan di Indonesia.
1.3.2.
Untuk mengetahui upaya pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan nasional dibidang kesehatan.
1.4 Manfaat
Manfaat
dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1.4.1.
Menjadikan sumber daya manusia yang
sehat dan mandiri
1.4.2.
Meningkatkan peran masyarakat dalam
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
1.4.3.
Dengan adanya program pemberdayaan
masyarakat secara menyeluruh dalam bidang kesehatan dapat membantu pemerintah
dan tenaga kesehatan dalam melakukan pemantauan, merancang program serta
melakukan evaluasi terhadap masalah kesehatan yang semakin kompleks.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Pembangunan
Nasional dalam Bidang Kesehatan di Indonesia
2.1.1. Kondisi
Pembangunan nasional dalam bidang kesehatan
Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah:
1). Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi kesehatan
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 2) Agar
mampu menjawab tantangan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan termasuk
konsistensi kebijakan, keterlibatan, lintas sector, serta berdasarkan
perkembangan ilmu kesehatan masyarakat yang mutakhir.
Dalam perkembangan terakhir Sistem Kesehatan
Nasional diperkuat oleh
UU RI No. 23
Tahun 1992 tentang
Kesehatan dan yang disempurnakan
kemudian dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam UU yang
terakhir disebut dinyatakan: “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
perlindungan, penghormatan terhadap hak
dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.”
Kebijakan dalam bidang kesehatan adalah Program
Indonesia Sehat. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama
yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan
dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar paradigma sehat di lakukan
dengan strategi pengarusutamaan kesehatan
dalam pembangunan, penguatan
promotif preventif dan
pemberdayaan masyarakat; 2)
penguatan pelayanan
kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan,
optimalisasi sistem rujukan
dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan; 3)
sementara itu jaminan
kesehatan nasional dilakukan
dengan strategi perluasan
sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya
(Renstra, Kemenkes 2015).
Pembangunan
nasional yang optimal
dapat tercapai apabila
pembangunan kesehatan
masyarakat dapat terwujud.
Keterkaitan keduanya sangat
jelas dalam implementasi
pelaksanaan pembangunan nasional.
Meskipun
secara nasional kualitas kesehatan
masyarakat telah meningkat,
akan tetapi disparitas
status kesehatan antar
tingkat sosial ekonomi,
antar kawasan, dan
antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi
dan angka kematian balita pada golongan termiskin hampir empat kali
lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain
itu, angka kematian
bayi dan angka kematian
ibu melahirkan lebih tinggi di daerah pedesaan, di kawasan
timur Indonesia, serta
pada penduduk dengan
tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus
gizi kurang dan buruk di daerah
pedesaan lebih tinggi
dibandingkan daerah perkotaan.
Beberapa
data kesenjangan bidang
kesehatan dapat dilihat
pada hasil Riskesdas
2013. Proporsi bayi
lahir pendek, terendah
di Provinsi Bali
(9,6%) dan tertinggi
di Provinsi NTT
(28,7%) atau tiga
kali lipat dibandingkan yang
terendah. Kesenjangan yang cukup memprihatinkan terlihat pada
bentuk partisipasi masyarakat
di bidang kesehatan,
antara lain adalah keteraturan penimbangan balita
(penimbangan balita >4 kali ditimbang dalam 6 bulan terakhir).
Keteraturan penimbangan balita terendah
di Provinsi Sumatera Utara (hanya 12,5%) dan tertinggi 6 kali lipat di Provinsi DI
Yogyakarta (79,0%). Ini menunjukkan kesenjangan aktivitas
Posyandu antar provinsi
yang lebar. Dibandingkan tahun
2007, kesenjangan ini lebih lebar, ini berarti selain aktivitas
Posyandu makin menurun, variasi antar provinsi juga semakin lebar (Renstra,
Kemenkes 2015).
2.1.2. SDM
Kesehatan yang minin dan tidak merata
Jumlah SDM
kesehatan pada tahun 2012 sebanyak 707.234 orang dan meningkat menjadi
877.088 orang pada
tahun 2013. Dari seluruh SDM kesehatan yang ada, sekitar 40% bekerja di
Puskesmas. Jumlah tenaga kesehatan sudah
cukup banyak tetapi
persebarannya tidak merata.
Selain itu,
SDM kesehatan yang
bekerja di Puskesmas
tersebut, komposisi jenis
tenaganya pun masih sangat tidak berimbang. Sebagian besar
tenaga kesehatan yang bekerja
di Puskesmas adalah
tenaga medis (9,37 orang per Puskesmas), perawat-termasuk perawat gigi
(13 orang per
Puskesmas), bidan (10,6
orang per Puskesmas).
Sedangkan tenaga kesehatan
masyarakat hanya 2,3 orang per Puskesmas, sanitarian hanya 1,1 orang per
Puskesmas, dan tenaga gizi hanya 0,9 orang per Puskesmas. Rifaskes mengungkap
data bahwa tenaga penyuluh kesehatan di Puskesmas juga baru mencapai 0,46 orang
per Puskesmas.
Untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan di RS, masih menghadapi kendala kekurangan
tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Pada tahun 2013 mencapai 29% dokter spesialis
anak, 27% dokter spesialis kandungan, 32% dokter spesialis
bedah, dan 33%
dokter spesialis penyakit
dalam. Dokter umum
yang memiliki STR
berjumlah 88.309 orang, sehingga rasio dokter umum sebesar 3,61
orang dokter per
10.000 penduduk. Padahal
menurut rekomendasi WHO
seharusnya 10 orang dokter umum per 10.000 penduduk
(Renstra, Kemenkes 2015).
Pada tahun 2015,
total SDMK di Indonesia sebanyak 876.984 orang yang terdiri dari 647.170 orang
tenaga kesehatan (73,8%) dan 229.814 orang
tenaga penunjang kesehatan
(26,2%). Tenaga kesehatan dengan jumlah
terbanyak pada tahun 2015 yaitu perawat sebanyak 223.910 orang atau 34,6
% dari
total tenaga kesehatan, sedangkan tenaga
kesehatan dengan jumlah
paling sedikit yaitu tenaga
kesehatan tradisional sebanyak 6 orang atau 0,001% dari total tenaga kesehatan.
Provinsi dengan tenaga kesehatan paling banyak
terpusat di Pulau
Jawa yaitu Jawa
Tengah (76.819 orang), Jawa Timur
(69.405 orang), dan
Jawa Barat (66.152
orang). Provinsi dengan jumlah tenaga
kesehatan paling sedikit
yaitu Kalimantan Utara
sebanyak 2.887 orang (Kemenkes RI,
2016).
2.1.3. Paradigma
Sehat dan Paradigma Sakit di kalangan masyarakat
Paradigma sehat
adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik,
proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang
dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah
yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap
penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya
paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit
segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat
untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit (Soejoeti,
2005).
Paradigma sakit
adalah cara pandang dalam upaya kesehatan yang mengutamakan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Penanganan kesehatan penduduk menekankan pada penyelenggaraan
pelayanan di rumah sakit, penanganan penduduk yang sakit secara individu dan
spesialistis. Hal ini menjadikan kesehatan sebagai suatu yang konsumtif.
Sehingga menempatkan sektor kesehatan dalam arus pinggir (sidestream)
pembangunan (Does Sampoerna, 1998).
Di pihak lain,
“konsep kesehatan” yang selama ini “seakan-akan” masih dikonotasikan oleh sementara
masyarakat banyak dan
para pengambil keputusan, dan
tidak jarang oleh masyarakat kesehatan
/ kedokteran sendiri, masih sebagai sebuah “konsep
sakit”. Apabila telah jatuh “sakit”,
barulah kemudian mereka memikirkan tentang
“sehat”. “Orang Sakit” adalah obyek program kesehatan. Proyek
bagi pemasukan kas negara
atau daerah. Masih sering
diidentikkan atau dibayangkan
bahwa “kesehatan” dan “pelayanan kesehatan” untuk masyarakat adalah
semata-mata pelayanan “Rumah
Sakit”, atau “Puskesmas” yang sarat dengan
orang sakit yang
akan di operasi jantung, atau
penderita diabetes, darah
tinggi, penyakit paru / asthma / tb, pilek atau kudisan (Pasribu, Riada
M,2015).
Belum terbayang
oleh sementara masyarakat banyak
bahwa sesungguhnya dasar-dasar kesehatan
itu adalah mencuci tangan sebelum
makan, sikat gigi setiap
hari, gizi yang baik,
air bersih dengan
sanitasi lingkungan yang
baik, udara bersih
(langit biru dengan kesadaran
masyarakat akan “green industry”, bensin
tanpa timah hitam;
karena bensin dengan kadar
timah hitam yang
tinggi dapat membuat kerusakan otak permanen dari anak-anak kita,
yang miskin maupun
yang kaya. Yang dapat
mengakibatkan kebodohan generasi
yang akan datang), income generating masyarakat yang
memadai/baik, tata-ruang wilayah yang baik, perumahan yang sehat/baik
dengan jendela yang
cukup agar sinar matahari
senantiasa masuk ke
seluruh ruang yang ada,
dengan lantai yang
disemen bukan berlantai tanah; masyarakat yang berdisiplin
berlalu-lintas di jalan raya, masyarakatnya
tidak keranjingan narkoba
dan alkohol dan tidak
perokok serta bukan
penjaja seks, anak-anak
mereka bersekolah, anak-anak mereka dan masyarakat yang tidak tawuran,
taman kota dan tempat rekreasi keluarga dimana-mana, tataruang dan tatakota yang teratur rapih,
semua masyarakat mendapatkan air bersih, berpakaian rapih, bertegur sapa
penuh santun, dengan
tempat-tempat ibadah yang
selalu padat dikunjungi oleh penduduk
/ masyarakat untuk
berdo’a akan keselamatannya dan
kebahagiaannya dunia dan akhirat.
Inilah yang disebut
sebagai gambaran “penduduk atau masyarakat sehat”; mereka sehat
fisik (lahiriyah), dan
sehat pula perilaku,
sosial-ekonomi dan sosial-budayanya. Gambaran ini melukiskan masyarakat yang
“tidak sakit”, masyarakat yang sehat. Program-program,
upaya dan usaha untuk
mewujudkan masyarakat sehat seperti gambaran di atas itulah yang
sesungguhnya disebut “program upaya usaha kesehatan”. (Pasribu,
Riada M,2015).
2.2. Tingkat
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan
Partisipasi adalah
keadaan dimana individu,
keluarga, maupun masyarakat umum ikut
serta bertanggung jawab
terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun kesehatan lingkungannya.
Dalam suatu masyarakat bagaimanapun sederhananya,
selalu ada suatu
stimulus. Mekanisme ini disebut
pemecahan masalah atau
proses pemecahan masalah (Depkes, 2006).
Partisipasi masyarakat
dalam bidang kesehatan
didasarkan kepada beberapa hal: 1 ) Community felt need apabila
pelayanan itu diciptakan oleh
masyarakat sendiri, berakti masyarakat
itu memerlukan pelayanan
tersebut, artinya pelayanan
kesehatan bukanlah berdasarkan
kebutuhan penguasa tapi
benar-benar kebutuhan masyarakat itu. 2) Organisasi pelayanan
kesehatan masyarakat yang berdasarkan
partisipasi masyarakat
adalah salah satu
bentuk pengorganisasian masyarakat, ini berakti fasilitas
pelayanan kesehatan itu timbul dari
masyarakat sendiri. 3) Pelayanan kesehatan akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri,
artinya tenaga dan
penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota
masyarakat itu sendiri yang didasarkan sukarela (Notoatmodjo,2007).
1. Partisipasi
Masyarakat dalam PHBS .Persentase
rumah tangga yang
mempraktikkan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
(PHBS) meningkat dari
50,1% (2010) menjadi
53,9% (2011), dan
56,5% (2012), lalu turun sedikit
menjadi 55,0% (2013). Karena target tahun 2014
adalah 70%, maka
pencapaian tahun 2013
tersebut tampak masih
jauh dari target
yang ditetapkan.
2.
Partisipasi Masyarakat dalam Desa Siaga
aktif . Desa siaga aktif
juga meningkat dari 16% (2010) menjadi 32,3% (2011), 65,3%
(2012), dan 67,1% (2013).
Target tahun 2014
adalah 70%, sehingga dengan
demikian pencapaian tahun
2013 dalam hal ini sudah
mendekati target yang ditetapkan. Demikian
pun dengan Poskesdes
yang beroperasi, yang mengalami peningkatan dari 52.279 buah
(2010) menjadi 52.850 buah (2011), 54.142 buah (2012), dan 54.731 buah
(2013). Sedangkan target
tahun 2014 adalah 58.500
buah.
Dari pencapaian
tersebut jelas bahwa
masih terdapat sekitar
45% rumah tangga
yang belum mempraktikkan
PHBS, sekitar 30%
desa siaga belum
aktif, dan sekitar
13.500 buah (18,75%)
poskesdes belum beroperasi
(diasumsikan terdapat 72.000
buah Poskesdes). Telah
terjadi perubahan yang
cukup besar pada
anggota rumah tangga
≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar, yakni dari
71,1% pada tahun
2007 menjadi 82,6%
pada tahun 2013. Namun ini berarti bahwa masih ada sekitar 17,4% anggota
rumah tangga ≥10 tahun yang berperilaku tidak benar dalam buang air besar (Renstra,
Kemenkes 2015).
2.3. Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan
Konsep
pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan
konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan
diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial.
Sebaiknya
orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih
memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri
dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara
komulatif sehingga semakin banyak ketrampilan yang dimiliki seseorang, semakin
baik kemampuan partisipasinya. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang
menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai
negara. Sebab pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat
potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi sosial dan transformasi budaya.
Pemberdayaan
masyarakat, tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh
masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran
mereka untuk mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi
mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu program kerja
pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan perumusan kebutuhan yang mesti
dipenuhi. Asumsinya, masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan dan permasalahan
yang mereka hadapi.
Hasil
pemantauan oleh masyarakat diinformasikan kepada petugas kesehatan atau unit
yang bertanggung jawab untuk dapat diambil tindakan penanggulangan secara
efektif dan efisien. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan
dalam rangka kewaspadaan dini terhadap ancaman muncul atau berkembangnya
penyakit/ masalah kesehatan yang disebabkan antara lain oleh status gizi,
kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (surveilans).
Secara
umum tujuan dari kegiatan tersebut yang berbasis masyarakat adalah terciptanya
sistem kewaspadaan dan kesiapsiagaan dini di masyarakat terhadap kemungkinan
terjadinya penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang akan mengancam dan
merugikan masyarakat yang bersangkutan.
Peran
serta masyarakat akan diperluas sampai ketingkat keluarga dengan sepuluh
keluarga sebagai satuan untuk pembinaan dalam bidang kesehatan secara swadaya.
Salah seorang dari anggota keluarga persepuluhan untuk dipilih oleh mereka
sendiri dan dijadikan pimpinan dan pembina atau penghubung.
Tujuan
pengamatan dan pemantauan oleh masyarakat, agar tercipta sistem kewaspadaan dan
kesiap-siagaan dini masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya penyakit dan
masalah kesehatan, bencana, dan kegawat daruratan, yang akan mengancam dan
merugikan masyarakat sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan
penanggulangan secara efektif dan efisien.
Salah
satu organisasi yang telah ada dan diakui manfaatnya bagi masyarakat, terutama
dalam upaya meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan keluarga adalah gerakan
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Selain ekonomi atau pendapatan
keluarga, yang tak kalah penting diberdayakan dalam PKK adalah peningkatan
kesehatan dan spiritual.
Disini
yang paling berperan adalah dasawisma, yakni unit terkecil kelompok PKK yang
terdiri dari 10 anggota rumah tangga. Dari 10 anggota itu, ada seorang
penanggung jawab untuk memantau kondisi rumah tangga yang lain. Prinsip
dasawisma adalah pengawasan dan pemberdayaan hingga kemasyarakat bawah dan
menyentuh unit masyarakat terkecil, yakni keluarga.
Dasawisma
sebagai kelompok terkecil dari kelompok-kelompok PKK memiliki peran strategis
mewujudkan keluarga sejahtera. Selain itu, melalui dasawisma tersebut
diharapkan dapat memantau sekaligus mengantisipasi muncul serta berkembangkan
penyakit yang belakangan menghebohkan, dan banyak menimpa anak-anak seperti
demam berdarah.
Banyak
hal yang dapat dilakukan melalui dasawisma seperti melaksanakan kegiatan
kerjabakti, mengadakan lomba mengambil jentiknya sehingga dapat mengantisipasi
munculnya penyakit demam berdarah. Selain itu, terutama dalam hal administrasi,
dengan mengupdate data di setiap kepala keluarga, usaha perbaikan gizi keluarga
dan keluarga berencana (KB). Dengan begitu Keberadaan dasawisma akan
mempermudah koordinasi dan jaringan, sehingga program-program PKK maupun yang
melibatkan PKK dapat berjalan tepat sasaran.
BAB
III
ANALISIS
DAN SINTESIS
3.1 Upaya
Pemberdayaan dan Keterlibatan Masyarakat Secara Langsung untuk Pembangunan
Kesehatan
Dalam
melakukan pembangunan nasional dalam bidang kesehatan diperlukan partisipasi
masyarakat yang tinggi sehingga tujuan dari pembangunan kesehatan tersebut
dapat tercapai. Dalam pencapaian program pembangunan, hal yang paling
memberikan dampak adalah sumber daya manusianya. Dalam pembangunan kesehatan, sumber
daya manusianya bukan hanya Menteri Kesehatan,Tenaga Kesehatan, dan Pemerintahan
tetapi yang paling penting adalah partisipasi masyarakatnya. Semakin masyarakat
berperan aktif dalam perbaikan kesehatan, maka tingkat kualitas hidup sumber
daya manusiapun akan semakin tinggi.
Pemberdayaan
masyarakat adalah strategi yang cukup baik dalam membantu pembangunan dibidang
kesehatan. Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam pemeliharaan kesehatan
mereka sendiri secara mandiri. Masyarakat tahu, mau dan mampu melakukan
tindakan-tindakan sederhana dalam melakukan penanganan terhadap masalah kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat inipun tidak lepas dari campur tangan instansi
kesehatan sehingga apa yang dilakukan oleh masyarakat benar-benar bermanfaat
bagi mereka.
Pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan melalui organisasi pemberdayaan keluarga yakni
kelompok Dasawisma PKK dinilai dapat efektif karena jumlah keanggotaan yang
sedikit yakni 10 rumah tangga dalam setiap kelompok serta mempunyai 1 orang
dari rumah tangga yang juga berasal dari kelompok tersebut sebagai ketua yang
mengkoordinir anggota lainnya. Sehingga setiap program yang diberikan dapat
terarah dan terkoordinir dengan baik, tentu dengan melibatkan pemerintahan dan
tenaga kesehatan.
3.2 Penerapan
Kartu Pantauan Kesehatan (KPS) sebagai Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Guna Mencapai
Derajat Kesehatan yang Menyeluruh dan Optimal
3.2.1
Cara Kerja KPS
Kartu
pantauan kesehatan adalah sebuah kartu yang memonitoring segala bentuk komponen
kesehatan keluarga yang diberikan pada setiap 1 kepala keluarga dan akan diisi
data tentang kesehatan pribadi, perilaku hidup bersih dan sehat, keluhan
kesehatan serta cara penanganan yang telah dilakukan oleh keluarga tersebut.
Kartu
Pantau Kesehatan ini dikeluarkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
dasar yakni Puskesmas. Selanjutnya dalam hal pendistribusian kepada masyarakat
dilimpahkan kepada organisasi pemberdayaan keluarga yang paling terkecil yakni kelompok
Dasawisma PKK. Begitupun dalam hal pengumpulan masih merupakan bagian kerja
dari Dasawisma. Pengumpulan kartu tersebut dilakukan setiap minggu sekali kemudian
barulah tenaga kesehatan yang akan mengolah dan menganalisis data dari KPS
tersebut untuk selanjutnya bisa diambil sebagai bahan rencana program
kesehatan, bahan evaluasi status kesehatan masyarakat.
3.2.2
Tujuan KPS
Kartu
Pantauan Kesehatan ini berfungsi sebagai kartu monitoring yang memberikan data
mutakhir tentang kesehatan masyarakat, hal ini karena dalam setiap minggu
dilakukan pencatatan oleh masyarakat itu sendiri dengan bantuan dan bimbingan
dari organisasi PKK (Dasawisma) dan Tenaga Kesehatan.
Dengan
adanya KPS yang memberikan data mutakhir setiap minggunya maka hal ini dapat
menjadi acuan dalam pembuatan program /kebijakan puskesmas atau instansi
terkait sehingga program/ kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran sesuai data,
kondisi kesehatan masyarakat dan kebutuhan masyarakat dalam aspek kesehatan.
Selain
itu, Data kasus penyakit yang ada dimasing-masing daerah dapat diketahui secara
rinci. Sebab data kasus penyakit yang ada pada puskesmas hanyalah berasal dari
data orang yang berkunjung ke puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan
lainnya. Sementara masyarakat yang juga sakit atau mengalami suatu penyakit
tetapi tidak datang berobat, data mereka atau penyakit yang mereka alami tidak terdata dalam sistem kesehatan.
3.2.3
Manfaat KPS
Dengan
menerapkan kartu kontrol KPS (Kartu Pantauan Kesehatan) untuk setiap rumah
tangga dapat memberikan konstribusi yang berguna baik bagi sistem kesehatan
sebagai bahan monitoring status kesehatan masyarakat maupun bagi pemerintah
sebagai bahan evaulasi terhadap kualitas sumber daya manusianya melalui
indikator kesehatan. Masyarakatpun juga dapat memantau status kesehatan mereka
sendiri.
Selain
itu, dengan diterapkannya KPS ini dapat
menciptakan sistem kerjasama yang baik dan mempererat hubungan kekeluargaan
antara masyarakat dan instansi kesehatan serta pemerintahan.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
Hasil Analisis dan Sintesis masalah diatas maka dapat disimpulkan :
4.1.1
Pembangunan kesehatan diIndonesia masih
perlu ditingkatkan dengan berbagai upaya yang komprehensif salah satunya dengan
melibatkan masyarakat langsung dalam mencapai program-program kesehatan.
4.1.2.
Paradigma yang dianut oleh masyarakat
paling banyak masih mengarah keparadigma sakit dimana barulah ada tindakan
pengobatan setelah jatuh sakit.
4.1.3.
Upaya pemberdayaan masyarakat adalah
langkah yang efektif untuk dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal dan
menyeluruh. Melalui penerapan KPS yang melibatkan kelompok masyarakat dalam hal
ini Dasawisma sehingga dapat diperoleh data kesehatan yang real dan fresh.
4.2
REKOMENDASI
Berdasarkan
simpulan penulis diatas, maka yang dapat penulis rekomendasikan adalah :
4.2.1.
Perlu adanya respon yang positif dari
pemerintahan pusat, daerah khususnya pemerintah desa/kelurahan (melalui
kelompok dasawisma) dalam melibatkan diri dalam program pemantauan kesehatan
masyarakat melalui KPS.
4.2.2.
Instansi kesehatan dan petugas kesehatan
lebih meningkatkan kompetensi diri dalam bidang kesehatan agar dapat memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat
terutama dalam mengolah data kesehatan, merancang program kesehatan,
memonitoring dan mengevaluasi status kesehatan masyarakat.
4.2.3.
Agar masyarakat dalam hal ini kelompok
dasawisma dapat melaksanakaan kegiatan pemantauan kesehatan secara efektif
diperlukan adanya pembinaan terlebih dahulu dari petugas kesehatan maupun pihak
terkait. Selain itu juga perlu diadakannya reword atau tambahan penghasilan
bagi kelompok dasawisma yang melakukan tugas pemantauan.
4.2.4.
Perlu adanya inovasi teknologi dalam
menciptakan program untuk menganalisis data dari Kartu Pantauan Kesehatan
sehingga dalam mengolah dan menganalisis data tersebut bisa dengan mudah dan
cepat.
4.2.5 Perlu adanya kajian mendalam lagi mengenai kelemahan-kelemahan dan kekurangan dari penerapan KPS ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Atmawikarta,
Arum. 2007. Pembangunan Nasional Bidang
Kesehatan. Bahan Diskusi Pertemuan Forum Organisasi Profesi Kesehatan
Indonesia. Jakarta. Tersedia Online dalam : http://kgm.bappenas.go.id/ document/datadokumen/34_DataDokumen.pdf
(Diakses tanggal 15 Februari 2017)
Kementrian
Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategi
Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Tersedia Online dalam : http://www.depkes.go.id/resources/
download/info-publik/Renstra-2015.pdf (Diakses tanggal 15 Februari 2017)
Kementian
Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.
Jakarta : Kemnetrian Kesehatan RI.
Tersedia online dalam : http://www.depkes.go. id/ resources /download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf
(Diakses tanggal 15 Februari 2017)
M.
Djauzi Mudzakir. 1986. Teori dan Praktek
Pengembangan Masyarakat. Surabaya: Usaha Nasional.
Notoatmodjo,
S. 200 8. Kesehatan dan Pembangunan
Sumber Daya Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 5, 195-199.
Tersedia Online dalam : http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 269783&val=7113&title=Kesehatan%20dan%20Pembangunan%20Sumber%20Daya%20Manusia
(Diakses tanggal 15 Februari 2017)
Pasaribu, Riada Marenny . 2015. Solusi Dalam MengataSi Masalah Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Di Indonesia. Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.1 No.2
Sudjatmoko.
1987. Sosial Energy as a Development Recource
dalam David C. Korten (ed). Community Management : Asian.
Sunanti Soejoeti, Sunanti. 2008. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam
Konteks Sosial Budaya. , Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Teer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar