Rabu, 01 Maret 2017

Contoh Karya Tulis Ilmiah. KTI ini masih memerlukan saran/masukan, serta kajian yang mendalam lagi. Terimakasih :)





Image result for lambang ung


PENERAPAN KPS (KARTU PANTAUAN KESEHATAN) SEBAGAI BENTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GUNA MENCAPAI DERAJAT KESEHATAN YANG MENYELURUH DAN OPTIMAL

FITRIYANTI KATILI
811414042


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2017

  
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, selayaknya segala puji kita panjatkan kepada Allah SWT. Dzat yang hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan ampunan. Kita berlindung hanya kepada-Nya dari buruknya jiwa dan kejelekan amal perbuatan kita.
Alhamdulillah, penulis telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ PENERAPAN KPS (KARTU PANTAUAN KESEHATAN) SEBAGAI BENTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GUNA MENCAPAI DERAJAT KESEHATAN YANG MENYELURUH DAN OPTIMAL ”. Dalam menjalani penyusunan ini tidak sedikit kendala yang penulis hadapi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis initidak lepas dari kekuranga, oleh karena itu dengan terbuka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Harapan  penulis semoga karya tulisini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya khususnya bagi penulis sendiri.
WassalamualaikumWr. Wb.

Gorontalo , 15 Februari 2017

Penulis



                                      
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN  ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
RINGKASAN...................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3  Tujuan.......................................................................................................... 2
1.4  Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1  Kondisi Pembangunan Nasional dalam Bidang Kesehatan di Indonesia.... 4
2.2  Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan................ 9
2.3  Peran Masyarakat dalam Upaya Pembangunan Kesehatan......................... 10
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS
3.1  Upaya Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Kesehatan........... 13
3.2  Penerapan Kartu Pantauan Kesehatan sebagai Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Guna Mencapai Derajat Kesehatan yang Menyeluruh dan Optimal.................................................. 14
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1  Kesimpulan ................................................................................................. 16
4.2  Rekomendasi............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18


SUMMARY
Health is the most important aspect of life. No one can do some activities if he or she is’nt in a healthy state. Health issues still need attention and more progressive action not only from government and health workers but also from various parties, especially from the people.
In general, the health and nutritional status increases. IMR decreased, maternal mortality rate decreases, life expectancy increases, however they are still far from the targets of the MDGs. Increased variety of Health Care Facilities such as hospitals, Puskesmas, Pustu, and Pusling and village health posts (Poskesdes). Nevertheless some people have not been fully able to access health services due to constraints of distance and transportation costs. As well as the number of health workers are less and uneven.
Paradigm people are more inclined to the paradigm of pain. "The concept of health" that had been "as if" they connoted by while society at large and decision-makers, and not infrequently by public health / medicine itself, still as a "concept of pain". If it has fallen "sick", only then they think about "healthy". "Sick" is the object of the health program. Projects for cash income countries or areas. Still often identified or imagined that the "health" and "health services" to the public are solely service "Hospital", or "health center" is loaded with sick people who will be in cardiac surgery, or patients with diabetes, high blood pressure, lung disease / asthma / tb and other diseases.
With a variety of problems in the fields of health inequality, the need to improve the national development efforts in the field of health. Health development is essentially the efforts undertaken by all components of the nation Indonesia, which aims to raise awareness, willingness and ability of healthy life for everyone to realize the degree of public health as high, as an investment for the development of human resources productively socially and economical. The success of health development is largely determined by the continuity of efforts between programs and sectors, as well as the continuity of the efforts that have been undertaken by the previous period.
To overcome the inequality of conditions of health development will require reforms in the health field. Communities are actively involved in their own health care independently and empower people. The public knows, willing and able to perform simple actions in handling the health concerns. Community empowerment even this can not be separated from the health authorities intervene so that what people are doing really beneficial for them. With the public health status monitoring program which is a form of cooperation between health institutions with the smallest family empowerment organization that Dasawisma group PKK in order to create a comprehensive public health status and optimal.




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kesehatan adalah aspek terpenting dalam kehidupan. Seseorang tidak akan bisa melakukan kegiatan apapun jika tidak dalam keadaan sehat. Masalah kesehatan masih sangat perlu mendapat perhatian dan tindakan yang lebih progresif tidak hanya dari pemerintah dan tenaga kesehatan tetapi juga dari berbagai pihak terutama masyarakat.
Secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat meningkat. AKB menurun dari 46 (1997) menjadi 32 per 1.000 kh (2005). AKI menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kh (2002-2003). UHH meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 69 tahun (2005). Prevalensi kurang gizi menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 28 persen (2005), namun dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung terjadi stagnasi. Namun masih masih jauh dari sasaran MDGs (Arum Atmawikarta. 2008).
Sarana Pelayanan Kesehatan Pada akhir tahun 2006, tersedia 8.015 Puskesmas, 22.000 Pustu, dan 6.132 Pusling. Hampir seluruh Kabupaten/Kota telah memiliki Rumah Sakit Pos kesehatan desa (poskesdes) telah dikembangkan sejak tahun 2006 Pada tahun 2007 diperkirakan akan terus bertambah. Meskipun demikian sebagian masyarakat belum sepenuhnya dapat mengakses pelayanan kesehatan karena kendala jarak dan biaya transportasi (Arum Atmawikarta. 2008).
Dengan berbagai ketimpangan masalah dibidang kesehatan maka perlu adanya peningkatan upaya pembangunan nasional dibidang kesehatan. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang  dilaksanakan oleh  semua  komponen  Bangsa  Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,  sebagai  investasi  bagi  pembangunan  sumber  daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan  pembangunan  kesehatan  sangat  ditentukan oleh  kesinambungan  antar  upaya  program  dan  sektor,  serta  kesinambungan  dengan  upaya-upaya  yang  telah  dilaksanakan oleh periode sebelumnya (Renstra, Kemenkes. 2015).
Oleh karena itu diperlukan langkah reformasi dalam bidang kesehatan untuk mengatasi berbagai ketimpangan kondisi pembangunan kesehatan baik antar daerah dan antar golongan. Sehingga perlu adanya keterlibatan masyarakat yang tinggi melalui program pemantauan status kesehatan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk mencapai status kesehatan masyarakat yang menyeluruh dan optimal. Dengan masyarakat yang sehat, maka kualitas hidup masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :
1.2.1.      Bagaimana kondisi pembangunan nasional dibidang kesehatan di Indonesia ?
1.2.2        Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan nasional dalam bidang kesehatan ?

1.3    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1.3.1.      Untuk mengetahui kondisi pembangunan nasional dibidang kesehatan di Indonesia.
1.3.2.      Untuk mengetahui upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan nasional dibidang kesehatan.

1.4      Manfaat
Manfaat dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1.4.1.      Menjadikan sumber daya manusia yang sehat dan mandiri
1.4.2.      Meningkatkan peran masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat
1.4.3.      Dengan adanya program pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh dalam bidang kesehatan dapat membantu pemerintah dan tenaga kesehatan dalam melakukan pemantauan, merancang program serta melakukan evaluasi terhadap masalah kesehatan yang semakin kompleks.    



























BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1  Pembangunan Nasional dalam Bidang Kesehatan di Indonesia
2.1.1. Kondisi Pembangunan nasional dalam bidang kesehatan
Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah: 1). Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi kesehatan setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 2) Agar mampu menjawab tantangan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan termasuk konsistensi kebijakan, keterlibatan, lintas sector, serta berdasarkan perkembangan ilmu kesehatan masyarakat yang mutakhir.
Dalam perkembangan terakhir Sistem Kesehatan Nasional  diperkuat  oleh  UU  RI  No. 23  Tahun  1992  tentang  Kesehatan dan  yang  disempurnakan  kemudian dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam UU yang terakhir disebut dinyatakan: “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan     perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan  terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif   dan norma-norma agama. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,  kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud  derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai  investasi bagi  pembangunan  sumber  daya  manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.”
Kebijakan dalam bidang kesehatan adalah Program Indonesia Sehat. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu  paradigma  sehat,  penguatan  pelayanan  kesehatan  dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi  pengarusutamaan  kesehatan  dalam  pembangunan,  penguatan  promotif  preventif  dan  pemberdayaan   masyarakat;   2)   penguatan   pelayanan kesehatan  dilakukan  dengan strategi peningkatan akses pelayanan  kesehatan,  optimalisasi  sistem  rujukan  dan peningkatan  mutu  pelayanan  kesehatan,  menggunakan  pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan;  3)  sementara  itu  jaminan  kesehatan  nasional  dilakukan  dengan  strategi  perluasan  sasaran  dan  benefit serta kendali mutu dan kendali biaya (Renstra, Kemenkes 2015).
Pembangunan   nasional   yang   optimal   dapat   tercapai   apabila   pembangunan   kesehatan masyarakat  dapat  terwujud.  Keterkaitan  keduanya  sangat  jelas  dalam  implementasi  pelaksanaan pembangunan nasional.
Meskipun   secara nasional    kualitas    kesehatan    masyarakat    telah    meningkat,  akan  tetapi  disparitas  status  kesehatan  antar  tingkat  sosial  ekonomi,  antar  kawasan,  dan  antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi. Angka kematian   bayi   dan   angka   kematian balita  pada golongan termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan  terkaya.  Selain  itu,  angka  kematian  bayi dan  angka  kematian  ibu melahirkan lebih tinggi di daerah pedesaan, di  kawasan  timur  Indonesia,  serta  pada  penduduk  dengan  tingkat  pendidikan  rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk  di  daerah  pedesaan  lebih  tinggi  dibandingkan  daerah perkotaan.
Beberapa  data  kesenjangan  bidang  kesehatan  dapat  dilihat   pada   hasil   Riskesdas   2013.   Proporsi   bayi   lahir  pendek,  terendah  di  Provinsi  Bali  (9,6%)  dan  tertinggi  di  Provinsi  NTT  (28,7%)  atau  tiga  kali  lipat dibandingkan yang terendah. Kesenjangan yang cukup memprihatinkan   terlihat   pada   bentuk partisipasi masyarakat  di  bidang  kesehatan,  antara  lain  adalah keteraturan penimbangan balita (penimbangan  balita  >4 kali ditimbang dalam 6 bulan terakhir). Keteraturan penimbangan  balita  terendah  di  Provinsi  Sumatera Utara (hanya  12,5%) dan tertinggi 6 kali lipat di Provinsi   DI   Yogyakarta (79,0%). Ini menunjukkan kesenjangan  aktivitas  Posyandu  antar  provinsi  yang lebar.  Dibandingkan  tahun  2007,  kesenjangan  ini lebih lebar, ini berarti selain aktivitas Posyandu makin menurun, variasi antar provinsi juga semakin lebar (Renstra, Kemenkes 2015).
2.1.2.      SDM Kesehatan yang minin dan tidak merata
Jumlah  SDM  kesehatan pada tahun 2012 sebanyak 707.234 orang dan meningkat  menjadi  877.088  orang  pada  tahun 2013. Dari seluruh SDM kesehatan yang ada, sekitar 40% bekerja di Puskesmas. Jumlah tenaga kesehatan sudah   cukup   banyak   tetapi   persebarannya   tidak merata.
Selain  itu,  SDM  kesehatan  yang  bekerja  di  Puskesmas  tersebut,  komposisi  jenis  tenaganya  pun  masih sangat tidak berimbang. Sebagian besar tenaga kesehatan  yang  bekerja  di  Puskesmas  adalah  tenaga medis (9,37 orang per Puskesmas), perawat-termasuk perawat  gigi  (13  orang  per  Puskesmas),  bidan  (10,6  orang  per  Puskesmas).  Sedangkan  tenaga  kesehatan  masyarakat hanya 2,3 orang per Puskesmas, sanitarian hanya 1,1 orang per Puskesmas, dan tenaga gizi hanya 0,9 orang per Puskesmas. Rifaskes mengungkap data bahwa tenaga penyuluh kesehatan di Puskesmas juga baru mencapai 0,46 orang per Puskesmas.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di RS, masih menghadapi kendala kekurangan tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Pada tahun 2013 mencapai 29% dokter spesialis anak, 27% dokter spesialis kandungan, 32% dokter   spesialis   bedah,   dan   33%   dokter   spesialis   penyakit  dalam.  Dokter  umum  yang  memiliki  STR  berjumlah 88.309 orang, sehingga rasio dokter umum sebesar  3,61  orang  dokter  per  10.000  penduduk.  Padahal  menurut  rekomendasi  WHO  seharusnya  10  orang dokter umum per 10.000 penduduk (Renstra, Kemenkes 2015).
Pada tahun 2015, total SDMK di Indonesia sebanyak 876.984 orang yang terdiri dari 647.170 orang tenaga kesehatan (73,8%) dan 229.814 orang  tenaga  penunjang kesehatan (26,2%). Tenaga kesehatan dengan jumlah  terbanyak pada tahun 2015 yaitu perawat sebanyak 223.910 orang atau 34,6 %  dari  total  tenaga  kesehatan, sedangkan  tenaga  kesehatan  dengan  jumlah  paling  sedikit yaitu tenaga kesehatan tradisional sebanyak 6 orang atau 0,001% dari total tenaga kesehatan. Provinsi dengan tenaga  kesehatan  paling banyak  terpusat  di  Pulau  Jawa  yaitu  Jawa  Tengah  (76.819 orang),  Jawa Timur  (69.405  orang),  dan  Jawa  Barat  (66.152  orang). Provinsi  dengan jumlah  tenaga  kesehatan  paling  sedikit  yaitu  Kalimantan  Utara  sebanyak 2.887  orang (Kemenkes RI, 2016).
2.1.3.      Paradigma Sehat dan Paradigma Sakit di kalangan masyarakat
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit (Soejoeti, 2005).
Paradigma sakit adalah cara pandang dalam upaya kesehatan yang mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Penanganan kesehatan penduduk menekankan pada penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit, penanganan penduduk yang sakit secara individu dan spesialistis. Hal ini menjadikan kesehatan sebagai suatu yang konsumtif. Sehingga menempatkan sektor kesehatan dalam arus pinggir (sidestream) pembangunan (Does Sampoerna, 1998).
Di pihak lain, “konsep kesehatan” yang selama ini “seakan-akan” masih dikonotasikan oleh  sementara  masyarakat  banyak  dan  para pengambil  keputusan,  dan  tidak  jarang  oleh masyarakat  kesehatan   /   kedokteran   sendiri, masih sebagai sebuah “konsep sakit”. Apabila telah  jatuh  “sakit”,  barulah  kemudian  mereka memikirkan  tentang  “sehat”.  “Orang  Sakit” adalah obyek program kesehatan. Proyek bagi pemasukan  kas  negara  atau  daerah.  Masih sering  diidentikkan  atau  dibayangkan  bahwa “kesehatan” dan “pelayanan kesehatan” untuk masyarakat   adalah   semata-mata   pelayanan “Rumah Sakit”, atau “Puskesmas” yang sarat dengan   orang   sakit   yang   akan   di   operasi jantung,  atau  penderita  diabetes,  darah  tinggi, penyakit paru / asthma / tb, pilek atau kudisan (Pasribu, Riada M,2015).
Belum    terbayang    oleh    sementara masyarakat    banyak    bahwa    sesungguhnya dasar-dasar   kesehatan   itu   adalah   mencuci tangan  sebelum  makan,  sikat gigi  setiap  hari, gizi   yang   baik,   air   bersih   dengan   sanitasi  lingkungan  yang  baik,  udara  bersih  (langit  biru dengan  kesadaran  masyarakat  akan  “green industry”,  bensin  tanpa  timah  hitam;  karena bensin  dengan  kadar  timah  hitam  yang  tinggi dapat membuat kerusakan otak permanen dari anak-anak   kita,   yang   miskin   maupun   yang kaya.  Yang  dapat  mengakibatkan  kebodohan generasi yang akan datang), income generating masyarakat   yang   memadai/baik, tata-ruang wilayah yang baik, perumahan yang sehat/baik dengan  jendela  yang  cukup  agar sinar  matahari  senantiasa  masuk  ke  seluruh ruang  yang  ada,  dengan  lantai  yang  disemen bukan berlantai tanah; masyarakat yang berdisiplin berlalu-lintas di jalan raya, masyarakatnya  tidak  keranjingan  narkoba  dan alkohol  dan  tidak  perokok  serta  bukan  penjaja seks, anak-anak   mereka   bersekolah, anak-anak   mereka dan masyarakat yang tidak tawuran, taman kota dan tempat rekreasi keluarga dimana-mana,  tataruang dan tatakota yang teratur rapih, semua masyarakat mendapatkan air bersih, berpakaian   rapih, bertegur  sapa  penuh  santun,  dengan  tempat-tempat  ibadah  yang  selalu  padat  dikunjungi oleh  penduduk  /  masyarakat  untuk  berdo’a akan   keselamatannya   dan   kebahagiaannya dunia  dan  akhirat.  Inilah  yang  disebut  sebagai gambaran “penduduk atau masyarakat sehat”; mereka  sehat  fisik  (lahiriyah),  dan  sehat  pula perilaku, sosial-ekonomi dan sosial-budayanya. Gambaran ini melukiskan masyarakat  yang  “tidak  sakit”,  masyarakat yang sehat. Program-program, upaya   dan usaha  untuk  mewujudkan  masyarakat  sehat seperti gambaran di atas itulah yang sesungguhnya  disebut  “program upaya usaha kesehatan”. (Pasribu, Riada M,2015).

2.2. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan
Partisipasi  adalah  keadaan  dimana  individu,  keluarga,  maupun masyarakat umum  ikut  serta  bertanggung  jawab  terhadap  kesehatan  diri, keluarga ataupun kesehatan lingkungannya. Dalam suatu   masyarakat bagaimanapun sederhananya, selalu  ada  suatu  stimulus. Mekanisme  ini  disebut  pemecahan  masalah  atau  proses pemecahan masalah (Depkes, 2006).
Partisipasi  masyarakat  dalam  bidang  kesehatan  didasarkan  kepada  beberapa hal: 1 ) Community felt need apabila pelayanan itu diciptakan oleh  masyarakat  sendiri, berakti  masyarakat   itu  memerlukan   pelayanan   tersebut,  artinya pelayanan kesehatan bukanlah berdasarkan  kebutuhan  penguasa  tapi  benar-benar  kebutuhan  masyarakat itu. 2) Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan    partisipasi masyarakat  adalah  salah  satu  bentuk  pengorganisasian  masyarakat, ini berakti fasilitas pelayanan  kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri. 3) Pelayanan kesehatan akan dikerjakan oleh masyarakat  sendiri,  artinya  tenaga dan penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota   masyarakat itu sendiri yang didasarkan sukarela (Notoatmodjo,2007).
1.      Partisipasi Masyarakat dalam PHBS .Persentase    rumah    tangga    yang    mempraktikkan Perilaku  Hidup Bersih  dan  Sehat  (PHBS)  meningkat  dari  50,1%  (2010)  menjadi  53,9%  (2011),  dan  56,5%  (2012), lalu turun sedikit menjadi 55,0% (2013). Karena target  tahun  2014  adalah  70%,  maka  pencapaian  tahun  2013  tersebut  tampak  masih  jauh  dari  target  yang  ditetapkan.
2.      Partisipasi Masyarakat dalam Desa Siaga aktif . Desa  siaga  aktif  juga  meningkat  dari 16% (2010) menjadi 32,3% (2011), 65,3% (2012), dan  67,1%  (2013).  Target  tahun  2014  adalah  70%, sehingga  dengan  demikian  pencapaian  tahun  2013  dalam hal ini sudah mendekati target yang ditetapkan. Demikian  pun  dengan  Poskesdes  yang  beroperasi,  yang mengalami peningkatan dari 52.279 buah (2010) menjadi 52.850 buah (2011), 54.142 buah (2012), dan 54.731  buah  (2013).  Sedangkan  target  tahun  2014 adalah  58.500  buah. 
Dari  pencapaian  tersebut  jelas  bahwa  masih  terdapat  sekitar  45%  rumah  tangga  yang  belum  mempraktikkan  PHBS,  sekitar  30%  desa  siaga  belum  aktif,  dan  sekitar  13.500  buah  (18,75%)  poskesdes  belum  beroperasi  (diasumsikan  terdapat  72.000   buah   Poskesdes).   Telah   terjadi   perubahan   yang  cukup  besar  pada  anggota  rumah  tangga  ≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar, yakni  dari  71,1%  pada  tahun  2007  menjadi  82,6%  pada tahun 2013. Namun ini berarti bahwa masih ada sekitar 17,4% anggota rumah tangga ≥10 tahun yang berperilaku tidak benar dalam buang air besar (Renstra, Kemenkes 2015).

2.3.  Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan
Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial.
Sebaiknya orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara komulatif sehingga semakin banyak ketrampilan yang dimiliki seseorang, semakin baik kemampuan partisipasinya. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai negara. Sebab pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi sosial dan transformasi budaya.
Pemberdayaan masyarakat, tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran mereka untuk mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu program kerja pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Asumsinya, masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi.
Hasil pemantauan oleh masyarakat diinformasikan kepada petugas kesehatan atau unit yang bertanggung jawab untuk dapat diambil tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan dalam rangka kewaspadaan dini terhadap ancaman muncul atau berkembangnya penyakit/ masalah kesehatan yang disebabkan antara lain oleh status gizi, kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (surveilans).
Secara umum tujuan dari kegiatan tersebut yang berbasis masyarakat adalah terciptanya sistem kewaspadaan dan kesiapsiagaan dini di masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang akan mengancam dan merugikan masyarakat yang bersangkutan.
Peran serta masyarakat akan diperluas sampai ketingkat keluarga dengan sepuluh keluarga sebagai satuan untuk pembinaan dalam bidang kesehatan secara swadaya. Salah seorang dari anggota keluarga persepuluhan untuk dipilih oleh mereka sendiri dan dijadikan pimpinan dan pembina atau penghubung.
Tujuan pengamatan dan pemantauan oleh masyarakat, agar tercipta sistem kewaspadaan dan kesiap-siagaan dini masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya penyakit dan masalah kesehatan, bencana, dan kegawat daruratan, yang akan mengancam dan merugikan masyarakat sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Salah satu organisasi yang telah ada dan diakui manfaatnya bagi masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan keluarga adalah gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Selain ekonomi atau pendapatan keluarga, yang tak kalah penting diberdayakan dalam PKK adalah peningkatan kesehatan dan spiritual.
Disini yang paling berperan adalah dasawisma, yakni unit terkecil kelompok PKK yang terdiri dari 10 anggota rumah tangga. Dari 10 anggota itu, ada seorang penanggung jawab untuk memantau kondisi rumah tangga yang lain. Prinsip dasawisma adalah pengawasan dan pemberdayaan hingga kemasyarakat bawah dan menyentuh unit masyarakat terkecil, yakni keluarga.
Dasawisma sebagai kelompok terkecil dari kelompok-kelompok PKK memiliki peran strategis mewujudkan keluarga sejahtera. Selain itu, melalui dasawisma tersebut diharapkan dapat memantau sekaligus mengantisipasi muncul serta berkembangkan penyakit yang belakangan menghebohkan, dan banyak menimpa anak-anak seperti demam berdarah.
Banyak hal yang dapat dilakukan melalui dasawisma seperti melaksanakan kegiatan kerjabakti, mengadakan lomba mengambil jentiknya sehingga dapat mengantisipasi munculnya penyakit demam berdarah. Selain itu, terutama dalam hal administrasi, dengan mengupdate data di setiap kepala keluarga, usaha perbaikan gizi keluarga dan keluarga berencana (KB). Dengan begitu Keberadaan dasawisma akan mempermudah koordinasi dan jaringan, sehingga program-program PKK maupun yang melibatkan PKK dapat berjalan tepat sasaran.











BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1  Upaya Pemberdayaan dan Keterlibatan Masyarakat Secara Langsung untuk Pembangunan Kesehatan
Dalam melakukan pembangunan nasional dalam bidang kesehatan diperlukan partisipasi masyarakat yang tinggi sehingga tujuan dari pembangunan kesehatan tersebut dapat tercapai. Dalam pencapaian program pembangunan, hal yang paling memberikan dampak adalah sumber daya manusianya. Dalam pembangunan kesehatan, sumber daya manusianya bukan hanya Menteri Kesehatan,Tenaga Kesehatan, dan Pemerintahan tetapi yang paling penting adalah partisipasi masyarakatnya. Semakin masyarakat berperan aktif dalam perbaikan kesehatan, maka tingkat kualitas hidup sumber daya manusiapun akan semakin tinggi.
Pemberdayaan masyarakat adalah strategi yang cukup baik dalam membantu pembangunan dibidang kesehatan. Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam pemeliharaan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Masyarakat tahu, mau dan mampu melakukan tindakan-tindakan sederhana dalam melakukan penanganan terhadap masalah kesehatan. Pemberdayaan masyarakat inipun tidak lepas dari campur tangan instansi kesehatan sehingga apa yang dilakukan oleh masyarakat benar-benar bermanfaat bagi mereka.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui organisasi pemberdayaan keluarga yakni kelompok Dasawisma PKK dinilai dapat efektif karena jumlah keanggotaan yang sedikit yakni 10 rumah tangga dalam setiap kelompok serta mempunyai 1 orang dari rumah tangga yang juga berasal dari kelompok tersebut sebagai ketua yang mengkoordinir anggota lainnya. Sehingga setiap program yang diberikan dapat terarah dan terkoordinir dengan baik, tentu dengan melibatkan pemerintahan dan tenaga kesehatan.

3.2  Penerapan Kartu Pantauan Kesehatan (KPS) sebagai Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Guna Mencapai Derajat Kesehatan yang Menyeluruh dan Optimal

3.2.1        Cara Kerja KPS
Kartu pantauan kesehatan adalah sebuah kartu yang memonitoring segala bentuk komponen kesehatan keluarga yang diberikan pada setiap 1 kepala keluarga dan akan diisi data tentang kesehatan pribadi, perilaku hidup bersih dan sehat, keluhan kesehatan serta cara penanganan yang telah dilakukan oleh keluarga tersebut.
Kartu Pantau Kesehatan ini dikeluarkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar yakni Puskesmas. Selanjutnya dalam hal pendistribusian kepada masyarakat dilimpahkan kepada organisasi pemberdayaan keluarga yang paling terkecil yakni kelompok Dasawisma PKK. Begitupun dalam hal pengumpulan masih merupakan bagian kerja dari Dasawisma. Pengumpulan kartu tersebut dilakukan setiap minggu sekali kemudian barulah tenaga kesehatan yang akan mengolah dan menganalisis data dari KPS tersebut untuk selanjutnya bisa diambil sebagai bahan rencana program kesehatan, bahan evaluasi status kesehatan masyarakat.


3.2.2        Tujuan KPS
Kartu Pantauan Kesehatan ini berfungsi sebagai kartu monitoring yang memberikan data mutakhir tentang kesehatan masyarakat, hal ini karena dalam setiap minggu dilakukan pencatatan oleh masyarakat itu sendiri dengan bantuan dan bimbingan dari organisasi PKK (Dasawisma) dan Tenaga Kesehatan.
Dengan adanya KPS yang memberikan data mutakhir setiap minggunya maka hal ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan program /kebijakan puskesmas atau instansi terkait sehingga program/ kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran sesuai data, kondisi kesehatan masyarakat dan kebutuhan masyarakat dalam aspek kesehatan.
Selain itu, Data kasus penyakit yang ada dimasing-masing daerah dapat diketahui secara rinci. Sebab data kasus penyakit yang ada pada puskesmas hanyalah berasal dari data orang yang berkunjung ke puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. Sementara masyarakat yang juga sakit atau mengalami suatu penyakit tetapi tidak datang berobat, data mereka atau penyakit yang mereka alami  tidak terdata dalam sistem kesehatan.
3.2.3        Manfaat KPS
Dengan menerapkan kartu kontrol KPS (Kartu Pantauan Kesehatan) untuk setiap rumah tangga dapat memberikan konstribusi yang berguna baik bagi sistem kesehatan sebagai bahan monitoring status kesehatan masyarakat maupun bagi pemerintah sebagai bahan evaulasi terhadap kualitas sumber daya manusianya melalui indikator kesehatan. Masyarakatpun juga dapat memantau status kesehatan mereka sendiri.
Selain itu,  dengan diterapkannya KPS ini dapat menciptakan sistem kerjasama yang baik dan mempererat hubungan kekeluargaan antara masyarakat dan instansi kesehatan serta pemerintahan.
















BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1       KESIMPULAN
Berdasarkan Hasil Analisis dan Sintesis masalah diatas maka dapat disimpulkan :
4.1.1        Pembangunan kesehatan diIndonesia masih perlu ditingkatkan dengan berbagai upaya yang komprehensif salah satunya dengan melibatkan masyarakat langsung dalam mencapai program-program kesehatan.
4.1.2.      Paradigma yang dianut oleh masyarakat paling banyak masih mengarah keparadigma sakit dimana barulah ada tindakan pengobatan setelah jatuh sakit.
4.1.3.      Upaya pemberdayaan masyarakat adalah langkah yang efektif untuk dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal dan menyeluruh. Melalui penerapan KPS yang melibatkan kelompok masyarakat dalam hal ini Dasawisma sehingga dapat diperoleh data kesehatan yang real dan fresh.

4.2         REKOMENDASI
Berdasarkan simpulan penulis diatas, maka yang dapat penulis rekomendasikan adalah :
4.2.1.      Perlu adanya respon yang positif dari pemerintahan pusat, daerah khususnya pemerintah desa/kelurahan (melalui kelompok dasawisma) dalam melibatkan diri dalam program pemantauan kesehatan masyarakat melalui KPS.
4.2.2.      Instansi kesehatan dan petugas kesehatan lebih meningkatkan kompetensi diri dalam bidang kesehatan agar dapat memberikan pelayanan  terbaik bagi masyarakat terutama dalam mengolah data kesehatan, merancang program kesehatan, memonitoring dan mengevaluasi status kesehatan masyarakat.
4.2.3.      Agar masyarakat dalam hal ini kelompok dasawisma dapat melaksanakaan kegiatan pemantauan kesehatan secara efektif diperlukan adanya pembinaan terlebih dahulu dari petugas kesehatan maupun pihak terkait. Selain itu juga perlu diadakannya reword atau tambahan penghasilan bagi kelompok dasawisma yang melakukan tugas pemantauan.
4.2.4.      Perlu adanya inovasi teknologi dalam menciptakan program untuk menganalisis data dari Kartu Pantauan Kesehatan sehingga dalam mengolah dan menganalisis data tersebut bisa dengan mudah dan cepat.
4.2.5      Perlu adanya kajian mendalam lagi mengenai kelemahan-kelemahan dan kekurangan dari penerapan KPS ini.


 DAFTAR PUSTAKA
Atmawikarta, Arum. 2007. Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan. Bahan Diskusi Pertemuan Forum Organisasi Profesi Kesehatan Indonesia. Jakarta. Tersedia Online dalam : http://kgm.bappenas.go.id/ document/datadokumen/34_DataDokumen.pdf (Diakses tanggal 15 Februari 2017)
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategi Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Tersedia Online dalam : http://www.depkes.go.id/resources/ download/info-publik/Renstra-2015.pdf (Diakses tanggal 15 Februari 2017)
Kementian Kesehatan RI. 2016.  Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta : Kemnetrian Kesehatan RI. Tersedia online dalam : http://www.depkes.go. id/ resources /download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf (Diakses tanggal 15 Februari 2017)
M. Djauzi Mudzakir. 1986. Teori dan Praktek Pengembangan Masyarakat. Surabaya: Usaha Nasional.
Notoatmodjo, S. 200 8. Kesehatan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 5, 195-199. Tersedia Online dalam : http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 269783&val=7113&title=Kesehatan%20dan%20Pembangunan%20Sumber%20Daya%20Manusia (Diakses tanggal 15 Februari 2017)
        Pasaribu, Riada Marenny . 2015. Solusi Dalam MengataSi Masalah Pembangunan Kesehatan Masyarakat Di Indonesia. Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.1 No.2
Sudjatmoko. 1987. Sosial Energy as a Development Recource dalam David C. Korten (ed). Community Management : Asian.
         Sunanti Soejoeti, Sunanti. 2008. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya. , Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

           
                
             
Teer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar