Rabu, 26 Agustus 2015

makalah KEPUASAN KERJA, STRES DAN KONFLIK KARYAWAN



KEPUASAN KERJA, STRES DAN KONFLIK KARYAWAN

A. Konflik
1. pengertian konflik
Konflik mengacu pada satu proses dimana satu pihak (orang atau kelompok) merasakan tujuannya sedang ditentang atau secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain).
Konflik adalah perbedaan pandangan tentang suatu peristiwa / masalah yang terjadi pada kehidupan sehari – hari baik itu konflik pribadi, politik, sosial, budaya yang dapat menimbulkan pemikiran yang positif atau negatif dalam penyelesaian masalahnya .

2. Penyebab konflik
a. Komunikasi :
Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
b. Struktur :
Pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
c. Pribadi :
Ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.

3. Bentuk –Bentuk Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural dimana konflik sering timbul :
a. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
b. Konflik Fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
c. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
d. Konflik Formal Informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi

4. Jenis – Jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
a. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
b. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian. Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan )
c. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.


d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
e. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

5. Penyebab Terjadinya Konflik Kerja
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
a.       Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
b.      Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
c.       Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan )
d.      Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
e.       Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
f.       Perbedaan persepsi.
g.      Sistem kompetensi insentif ( reward )
h.      Strategi pemotivasian tidak tepat.

B. Stres
Aktivitas di setiap kelompok organisasi dimana manusia dapat mengalami stres. Stres akan selalu mengikuti seseorang dalam menjalani aktivitas sehari-sehari. Dari prespektif orang biasa, stres merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan atau dapat mengganggunya. Respon seorang individu terhadap stresor tergantung pada kepribadian, sumber-sumber daya yang ada untuk membantu mereka mengatasi, dan konteks dimana stres terjadi (Daft, 2006:290).
Sementara itu, dikemukakan oleh Ivancevich et al (2007:295) bahwa dari perspektif orang biasa, stres dapat digambarkan sebagai perasaan tegang, gelisah atau khawatir, semua perasaan merupakan manifestasi dari pengalaman stres, suatu terprogram yang kompleks untuk mempersepsikan ancaman yang dapat menimbulkan hasil yang postif maupun negatif. Hal tersebut berarti bahwa stres dapat berdampak negatif atau positif terhadap psikologis dan fisiologis (Robbins. 2008:209).
Setiap orang pasti mengalami stres, baik di luar organisasi maupun di dalam organisasi apapun. Dengan kata lain, setiap orang tidak dapat menghindari stres, untuk itu karyawan maupun pimpinan berkewajiban mengelolanya dengan baik. Ketika seorang karyawan maupun manajer mampu mengelola stresnya dengan baik, maka konsekuensinya adalah fungsional (positif), sebaliknya jika mengabaikan stres yang muncul, konsekuensinya adalah negatif terhadap individu maupun organisasi. Jadi, stres tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga berdampak positif pada seseorang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hans Selye (Luthan, 2008:247) mengemukakan bahwa stres bukanlan sekedar ketegangan syaraf, stres dapat memiliki konsekuensi yang positif, stres bukanlah sesuatu yang harus dihindari, dan tidak adanya stres sama sekali adalah kematian. Ada beberapa teknik pengukuran stres, salah satunya adalah dengan menggunakan PSQ (Perceived Stress Questionnaire) yang dikembangkan oleh Herbert And Carsten,. (2005:80) yang dimensi pengukurannya meliputi:
1. Stress reaction adalah mengukur tingkat stres seorang individu di tempat kerja berkiatan dengan kekhawatiran, ketegangan, dan kegembiraan yang dirasakan seseorang ditempat kerja pada saat melaksanakan tugas-tugas kantor.
2. Perceived environmental stressor atau demands adalah tuntutan lingkungan. Seorang karyawan akan merasakan kelelahan emosional dan hasil kerja yang tidak maksimal akibat dari tuntutan organisasi yang berlebihan (organizational stressor).
Stres kerja adalah suatu reaksi seseorang sebagai respon penyesuaian terhadap berbagai tuntutan baik yang bersumber dari dalam ataupun dari luar organisasi yang dirasakannya sebagai peluang dan ancaman yang dapat diukur melalui (1) stress reaction dan (2) demands.

C. Kepuasan kerja
Kepuasan Kerja mengacu pada sikap umum karyawan terhadap pekerjaannya (Robbins, 2008:37). Pandangan atau persepsi individu-individu yang bervariasi dalam lingkungan organisasi membuat mereka merasakan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap pekerjaannya. Hal itu, dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Sikap seorang individu berhubungan dengan pernyataan evaluatif baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Sejalan dengan hal tersebut, dikemukakan oleh Wexley and Gary (2005:129) bahwa kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya bermacam-macam. Jones (Akehurst et al., 2009:5) bahwa seseorang dengan kepuasan kerja tinggi akan menyukai (satisfaction) pekerjaannya secara umum, dimana seseorang merasakan diperlakukan selayaknya dan percaya bahwa pekerjaan mempunyai banyak segi yang diinginkan.
Hal tersebut menunjukan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kepuasan kerja seseorang. Sejalan dengan hal tersebut George dan Jones (2008:82) menyatakan bahwa : the collection of feelings and beliefs that people have about their current jobs. (Kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan (anggapan) yang dimiliki setiap individu tentang pekerjaannya saat ini). Dengan demikian, kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara harapan, kebutuhan atau nilai dengan apa yang menurut pandangan atau persepsinya yang telah dicapai melalui pekerjaannya. Jadi, seorang akan merasakan kepuasan (satisfaction) jika tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi, sebaliknya, apabila terdapat perbedaan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan, maka seseorang akan merasakan ketidakpuasan (dissatisfaction).
Disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang karyawan, baik yang menyenangkan (emosi positif) dan tidak menyenangkan (emosi negatif) tentang pekerjaannya.
Dimensi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang dalam organisasi apapun terhadap pekerjaannya. Dengan kata lain, bagaimana perasaan seseorang, berpikir, dan bertindak dalam hidup adalah faktor penentu pertama dan bagaimana seseorang akan berpikir serta merasakan tentang satu pekerjaan (Ghazawi, 2008:3). Luthans (2008:142) bahwa terdapat lima dimensi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri (the work itself), gaji (pay), promosi (promotions), pengawasan (supervision), kelompok kerja (work group), kondisi kerja (working conditions).
Robbins (2008:110) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor: pekerjaan itu sendiri, gaji, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja. Wexley and Gary (2005:129) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor: gaji atau upah, kondisi kerja, pengawasan, rekan kerja, isi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi. George dan Jones (2008:82) memperkuat pendapat Wexley and Gary (2005 : 67) yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan meliputi: personaliti (personality), nilai (value), situasi pekerjaan (work situation), dan lingkungan sosial (social influence). Penjelasannya sebagai berikut:
1. Personality: merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi kerja, kemajuan, kreativitas kerja, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas.
2. Values: merupakan nilai-nilai kerja seseorang yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik, terdiri dari: imbalan, pengakuan, tanggungjawab, jaminan kerja, dan layanan sosial.
3. Value (nilai) adalah keyakinan tentang pekerjaan yang dihasilkan ketika menjalani pekerjaan dan bagaimana seharusnya bertindak di tempat kerja (George dan Jones, 2008:83). Temuan riset menunjukkan bahwa nilai adalah secara positif
dihubungkan dengan kepuasan pekerjaan (Ghazzawi, 2008:3). Seorang karyawan, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji merupakan alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan nilai intrinsiknya lemah George dan Jones (2005:83). Ini berarti, walaupun gaji merupakan alasan yang nyata seorang individu bekerja tetapi tidak berakibat negatif terhadap emosionalnya apabila seseorang memiliki nilai intrinsik yang kuat.
4. Work Conditions: merupakan situasi kerja yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan dan kondisi fisik, terdiri dari: wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.
5. Social Influence: merupakan pengaruh yang terbentuk karena rekan kerja, kelompok dan budaya organisasi, meliputi: aktivitas atau kegiatan, kebijakan perusahaan, rekan kerja, nilai moral dan status.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar